Translate

Selasa, 01 April 2014

Penyesuaian Diri


A.    Pengertian Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri alaih bahasa dari adjustment, yang dilakukan manusia sepanjang hayat. Karena pada dasarnya  manusia ingin mempertahankan eksistesinya, sejak lahir berusaha memenuhi  yaitu kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Pemenuhan kebutuhan itu karena dorongan-dorongan yang mengharap-harapkan pemuasan. Bila pemuasan tercapai individu tersebut memperoleh keseimbangan. Maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk beraksi karena tuntutan dalam memenuhi dorongan/kebutuhan dan mencapai ketentraman batin dalam hubungannya dengan sekitar. Kepribadian dipandang berdasarkan berdasarkan penyesuaian diri. Penekanan terletak pada ciri-ciri khas atau tingkah laku yang memungkinkan seseorang menyesuaikan diri atau bergaul dengan baik dalam lingkunganny. Inilah tipe pendekatan ilmu kesehatan mental. Kepribadian dalam konsep ini ditentukan oleh tindakan-tindakan yang kita lakukan dan yang membuat menjaga keseimbangan atau tetap berada dalam keharmonisan dengan lingkungan kita. Apabila usaha-usaha ini gagal, maka kita akan sampai pada apa yang dinamakan kepribadian yang tak mampu menyesuaikan diri.
B.     Macam-macam Penyesuaian Diri
1. Penyesuaian terhadap keluarga
Keluarga merupakan masyarakat terkecil. Keharmonisan keluarga terwujud bila seluruh anggota keluarga mempunyai kesadaran dan kesanggupan memenuhi fungsinya. Tiap anggota keluarga berusaha mengadakan penysuaian diri dalam keluarganya, antara lain:
Ø  Mempunyai solidaritas dan loyalitas keluarga
Ø  Mempunyai kesadaran adanya otoritas orang tua.
Ø  Mempunyai kesadaran tanggung jawab menjalankan aturan-aturan langsung secara disiplin.
2. Penyesuaian diri terhadap sosial
Sosial atau masyarakat merupakan kumpulan individu, keluarga, organisasi dan lain-lainya. Agar terjadi keharmonisan dalammasyarakat harus ada kesadaran bermasyarakat. Penyesuaian terhadap masyarakat:
Ø  Kesanggupan menghargai orang lain mengenai hak-haknya dan pribadinya.
Ø  Kesanggupan untuk bergaul dengan orang lain dalam bentuk persahabatan.
Ø  Adanya simpati terhadap kesejahteraan orang lain.
3. Penyesuaian diri terhadap sekolah
Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam mengembangkan potensinya, terutama perkembagan intelegensi maupun pribadinya. Maka, sekolah harus menumbuhkan penyesuaian diri yang baik, bersifat konstruktif, sehingga terwujud:
Ø  Disiplin sekolah terhadap peraturan yang ada.
Ø  Interes terhadap mata pelajaran disekolah.
Ø  Situasi dan fasilitas yang cukup.
4. Penyesuaian diri terhadap perguruan tinggi
Perguruan tertinggi merupakan pendidikan tertinggi, untuk mencapai gelar, tempat yang menyenangkan penuh kenangan. Namun bagi sementara mahasiswa merupakan tempat yang diliputi keraguan, kecemasan bahkan kegagalan. Penyesuaian diri diperguruan tinggi hampir sama disekolahan, tetapi harus ditambah dengan :
Ø  Pengembangankepribadian yang seimbang, yaitu dapat memenuhi tuntutan ilmiah, jasmani dan rohani.
Ø  Dapat belajar menyesuaikan diri di tempat kerja kelak.
Ø  Siap menghadapi persaingan.
5. Penyesuaian diri terhadap jabatan
Secara ideal jabatan pekerjaan menunjukkan latar belakang study seseorang, serta menggambarkan status sosial dan status ekonominya. Pemeggang jabatan seharusnya mempunyai kriteria sebagai berikut :
Ø  Sudah matang dalam memegang jawaban.
Ø  Senang dan mencintai jawaban atau pekerjaanya.
Ø  Bercita-cita dan berusaha mencapai kemajuan.
6. Penyesuaian diri terhadap perkawinan
Bagi orang-orang yang melayarkan bahteraperkawinan, harus melakukan penyesuaian dalam perkawinan. Menurut arkoff(1968), perkawinan yang baik bersifat permanen dan bahagia.
Arkoff (dalam siti sundari,1996) mengungkapkan bahwa dalam suatu perkawinan, sepanjang perjalanan hidup selalu berusaha melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian ini meliputi :
a.       Harusada kesadaran terhadap hakikat perkawinan.
b.      Harus ada kesediaan unuk menjaga kelangsungan perkawinnan. Saling mengerti, saling memberi, dan menerima.

C.    Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penysuaian Diri
1.    Kondisi jasmaniah
Kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri. Kualitas penyesuain diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapt diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Hal ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh seseorang dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin dikasihani sehingga akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
2.    Perkembangan dan kematangan
Dalam proses perkembangan, respon individu berkembang dan respon yang bersifat intinksif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan  dan perkembangan respon maka individu menjadi matang untuk menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu satu dnegan yang lain sehingga pencapaian penyesuaian dirinya pun berbeda. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapai.
3.    Kondisi psikologis
Faktor psikologis yangmempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
Ø  Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaiandiri. Pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan seperti memperoleh hadiah dalam suatu kegiatan, cenderung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, sebaliknya pengalaman traumatik akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik.
Ø  Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri karena melalui belajar akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian. Sebagian besar respon dan ciri-ciri kepribadian diperoleh dari proses belajar. Dalam proses modifikasi perilaku yang terus berlangsung sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan.
Ø  Determinasi diri
Determinasi diri mempunyai peranan yang penting dalam proses penyesuaian diri karena mempunyai peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dalam mengendalikan dirinya.
4.    Kondisi lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap penyesuaian diri. Lingkungan tersebut meliputi:
Ø  Pengaruh rumah dan keluarga
Rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting karena keluarga merupakan suatu kelompok sosial terkecil dan interaksi pertama diperoleh individu berasal dari dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan dimasyarakat.
Ø  Hubungan orang tua dan anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan berpengaruh terhadap proses penysuaian diri pada ana. Beberapa pola hubungan tersebut antara lain :
1)      Menerima, yaitu hubungan dalam kondisi orang tua menerima anak dengan baik. Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman bagi anak.
2)      Menghukum dan disiplin yang berlebihan Dengan pola ini, hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menguntungkan anak.
3)      Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan Perlindungan secara berlebihan dapat menimbulkan rasa tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung dan gejala-gejala salah sua lainnya.
4)      Penolakan, yaitu pola hubungan dalam kondisi orang tua menolak kehadiran anaknya.
Ø  Hubungan saudara           
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, salaing menghormati, kasih sayang, mempunyaikemungkinan untuk mencapai penyesuaian yang lebih baik. Sebaliknya, suasana  permusuhan, iri hari, kebencian dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
Ø  Masyarakat
Keadaan masyarakat tempat individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri.pergaualan yang salah dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian diri.
Ø  Sekolah
Sekolah memiliki perasaan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itupun hasil pendidikan yang diterima anak disekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri dimasyarakat.
5.    Kultur dan agama
Proses penyesuaian diri anak dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh kultur dan agama. Lingkungan kultur tempat individuberadadan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.sebagai contoh, tata cara kehidupan disekolah dan tempat ibadah akan mempengaruhi bagaimana individu akan menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitar.
Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalammengurangi konflik, frustasi dan keteggangan lainya. Agama memberikan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup umat manusia sehingga dapat dikatakan bahwa agama memegang peranan penting sebagai  penentu dalam proses penyesuaian diri.

Minggu, 23 Februari 2014

Tokoh Syah waliyullah



Ø  Syah waliyullah
Nama lengkapnya adalah Imam Al-Khabir Ahmad Abdul Rahim Ibn As-Shahid Wajihudin Ibn Mu’azzam Ibn Ahmad Ibn Mahmud Dahlawi, kemudian lebih dikenal dengan Syah Waliyullah. Lahir pada 21 februari 1702 M/ 1114 H, di Pulth, Daerah Muzaffaragh, dekat Delhi, India Silsilah keturunannya di sebelah ayahnya sampai kepada  Sayyidina Umar Al Faruq dan sebelah ibunya sampai kepada Imam Muza Khazim ra.
Tokoh besarini terlihat memiliki kecerdasan yang luar biasa sejak dalam tingkat dasar sekitar umur 5 tahun. Menginjak umur 7 tahun ia menghafal Al-Qur’an. Tahun demi tahun silih berganti. Tepat meginjak umur 15 tahun, ia telah berhasil menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti halnya: ilmu hukum, tafsir, hadits, ilmu logika, filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan lain-lain. Sebagai penyeimbang dari berbagai ilmu pegetahuan yang didapatkan beliau juga mendalami  pengembangan ruhani melalui latihan-latihan dalam tarekat, sebab orang tuanya juga sebagai pemimpin tarekat lokal yang bernama Naqsyabandiyah.
mengingat berbagai pengalaman dan keilmuan yang beliau miliki sangat kompleks, setidaknya ada bebrapa catatan penting dari hasil produksi-produksi intelektual beliau yang ditawarkan ditengah kehidupan dimasyarakat yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.       Menyeru kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits
b.      Tidak suka prektek-prektek sufi yang tidak benar
c.       Memberantas taklid buta, beliau berpandangan yang dapat diperbolehkan adalah seseorang mengetahui secara jelas apa yang harus ia ikuti
Adapun hasil dari pemikirannya ialah sejumlah karya ilmiahnya diantaranya:
a.       Fuyud al Haromain (limpahan dua kota suci)
b.      Al Fatimah (berkisah tentang bangunan spiritual)
c.       Al Hujjat al Baligah (argumentasi yang kuat)
d.      Al-Fauz al Khabir fi Usul at Tafsir (kemenangan besar dalam usul tafsir)

  

ANALISIS ALIRAN-ALIRAN KLASIK PENDIDIKAN


ANALISIS ALIRAN-ALIRAN KLASIK PENDIDIKAN
A . Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) dari kata sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati.Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran nativisme (aliran pesimistik).Aliran nativisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik.
Adapun aliran Nativisme, secara umum sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dari aliran Idealisme, terlihat dari konsepsi dasarnya tentang hakikat manusia itu sendiri. Menurut aliran Nativisme ini, manusia mempunyai potensi yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan dalam proses penerimaan pengetahuan. Potensi tersebut merupakan “gabungan” dari hereditas orang tuanya maupun “bakat/pembawaan” yang berasal dari dirinya sendiri.
Faktor perkembangan manusia dalam teori nativisme
1.      Faktor Genetic.
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya  besar.
2.      Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.


3.      Faktor pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Tujuan-Tujuan Teori Nativisme
1.   Mampu memunculkan bakat yang dimiliki
Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya.
Dengan adanya hal ini, mudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak besar terhadap kemajuan dirinya.
2.   Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi
Dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.
3.   Mendorong manusia dalam menetukan pilihan
Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah yang terbaik untuk dirinya.
4.   Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri manusia.
5.   Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki.
Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, denga artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia dapat lebih memaksimalkan baakatnya sehingga bisa lebih optimal.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka pendidikan tidak membawa manfaat bagi manusia. Karena keyakinannya yang demikian itulah maka mereka di dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran Pesimisme Paedagogis.
B. Aliran Empirisme
Aliran empirisme (aliran optimisme). Aliran empirisme mengutamakan perkembangan manusia dari segi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui.
Manusia dilahirkan dalam keadaan kosong, sehingga pendidikan memiliki peran penting yang dapat menentukan keberadaan anak. Aliran ini melihat keberhasilan seseorang hanya dari pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya, bukan dari kemampuan dasar yang merupakan pembawaan lahir. Tokoh utamanya John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “The School of British Empircism” (aliran empirisme inggris). Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama “environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama “environmental psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Rober, 1988).
Doktrin aliran empirisme yang amat mashyur adalah “tabula rasa”, sebuah istilah bahasa latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini para penganut empirisme (bukan empirisme) menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya. Jika seorang siswa memperoleh kesempatan yang memadai untuk mempelajari ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi seorang polisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik, ia tak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orang tuanya pemusik sejati.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung.
Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir, di kesampingkan. Padahal ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lungkungan tidak terlalu mendukung.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah yang baik atau kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha kuasa bagi pembentukan anak didik.Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini yaitu John Locke.

C. Aliran Konvergensi
Aliran konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.
Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan dengan proses perkembangan diatas, penyusun pandangan bahwa faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam:
  1. Faktor Internal  yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
  2. Faktor Eksternal yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungannya.
Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi.
Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan berbagai pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tes objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching Machine, belajar berprogram, dan lain-lain).

D. Aliran Naturalisme
Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh seorang filusuf Prancis JJ.Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan yang di terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya.
Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang di berikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga di sebut negativisme.
Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di ketahui, gagasan naturalise yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malah terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin di perlukan.
Tokoh aliran ini adalah J.J. Rousseau. la adalah filosof Prancis yang hidup tahun 1712-1778. Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.   Dalam aliran Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran dintaranya adalah :
  1. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan didalam dirinya secara alami.
  2. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
  3. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat  dengan menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola  belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran besar yaitu realisme, empirisme dan rasionalisme. Pada dasarnya, semua penganut naturalisme merupakan penganut realisme, tetapi tidak semua penganut realisme merupakan penganut naturalisme. Imam Barnadib menyebutkan bahwa realisme merupakan anak dari naturalisme. Oleh sebab itu, banyak ide-ide pemikiran realisme sejalan dengan naturalisme. Salah satunya adalah nilai estetis dan etis dapat diperoleh dari alam, karena di alam tersedia kedua hal tersebut.
Dimensi utama dan pertama dari pemikiran aliran filsafat naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam. Manusia diciptakan dan ditempatkan di atas semua makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Peserta didik harus dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan. Untuk itu pendidikan yang signifikan dengan pandangannya adalah pendidikan ketuhanan, budi pekerti dan intelek. Pendidikan tidak hanya sebatas untuk menjadikan seseorang mau belajar, melainkan juga untuk menjadikan seseorang lebih arif dan bijaksana..
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang natural juga.Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan mengajar murid.
Tujuan pendidikan naturalisme:
(1) Pemeliharaan diri
(2) Mengamankan kebutuhan hidup
(3) Meningkatkan anak didik
(4) Memelihara hubungan sosial dan politik
(5) Menikmati waktu luang.
Prinsip dalam proses pendidikan aliran naturalisme:
(1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam
(2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik
(3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak
(4) Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan
(5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak
(6) Praktik mengajar adalah seni menunda
(7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif (Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik.

E .  Aliran Progresivisme
Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya.  Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan jika dibanding makhluk lain.
Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh ke-cerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta didiknya.Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga termanifestasikan di dalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di sekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala.tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya

Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
Filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes
(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya. Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

F . Aliran Konstruktivisme
Jean Piaget psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Menurut Piaget setiap organisme harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan hidup. Analog dengan hal tersebut manusia (siswa) pada kenyataanya berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif. Maka siswa harus mengembangkan skema pemikiran yang lebih umum atau rinci atau perlu perubahan, menjawab, menginterpretasikan pengalaman tersebut. Dengan cara ini pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang.
Konstruktivisme menekankan perkembangan dan konsep dan pengertian yang lebih mandalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya.
Pengetahuan berguna jika pengetahuan tersebut mampu memecahkan persoalan yang ada. Pengetahuan merupakan proses yang terus berkembang. ( Great News: 2008) Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta suatu makna dari apa yang dipelajari ( Wikipedia : 2008). Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. (Whandi:2008).Senada dengan pengertian sebelumnya Callahan juga mengatakan bahwa konstruktivisme menginginkan adanya perbaikan kondisi manusia pada umumya ( Pidarta :2000).
Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan mengajak siswa secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak sekedar memberi, namun siswa mencari secara aktif, dan mengembangkannya. Satu contoh misalnya dalam pembelajaran sain. Siswa terlebih dahulu diajak untuk mengamati fenomena-fenomena alam yang ada seperti pelangi, banjir, merebaknya hama tanaman tertentu. Melalui fenomena yang ada, guru mengarahkan siswa untuk mencari penyebabnya. Siswa menemukan sendiri penyebab terjadinya pelangi, banjir ataukah hama.
Pengetahuan tidak berhenti sampai di sini, pengetahuan siswa tentang penyebab terjadinya banjir, digunakan siswa untuk mencari solusi pencegahan banjir yang banyak terjadi. Penerapan solusi pencegahan banjir, memerlukan pengetahuan-pengetahuan yang baru, disinilah terlihat dinamikan pengetahuan. Pengetahuan semakin berkembang pada diri siswa, dan dicari sendiri secara aktif oleh siswa. Pengetahuan baru ini juga menciptakan perbaikan, banjir berkurang. Dan pengetahuan baru jelas merupakan tindakan bermakna, sebab memberikan manfaat pada perbaikan lingkungan.

Ciri-ciri konstruktivisme dalam pembelajaran
  1. Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
  2. Siswa membina sendiri pengetahuan
  3. Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang terbaru
  4. Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada
  5. Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama
  6. Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik minat belajarnya
Pembelajaran konstruktivisme sebaiknya melibatkan guru yang konstruktif pula. Guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi guru membantu siswa membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru memberikan kepada siswa anak tangga untuk membawa siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus memanjat sendirianak tangga tersebut.

Guru yang konstruktivisme memiliki ciri- ciri:
  1. Mendukung dan menerima inisiatif dan otonomi siswa.
  2. Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi pengertian mereka akan konsep tersebut.
  3. Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
  4. Memberikan pertanyaan terbuka untuk mendorong siswa bertanya.
  5. Mencari perluasan dari tanggapan siswa.
  6. Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan hipotesa awal mereka dan kemudian mendorongnya untuk diskusi.
  7. Memberi waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafora atau perumpamaan
  8. Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar atau siklus belajar.
Pendidikan dengan pola konstruktivisme, akan menciptakan pengalaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemonstrasikan. Siswa yang kreatif, akan mudah menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Tentunya ini akan berkaitan pula dengan kemampuannya menjawab soal-soal ujian akhirnya. NEM akan meningkat, siswa putus sekolah akan berkurang. Pembelajaran yang berorientasi pada permasalahan yang ada di lingkungan, dan selalu mengikuti perkembangan, akan memperluas pandangan siswa, sehingga pengetahuannya tidak terbatas pada apa yang didapat di kelas. Pengetahuannya berkembang sesuai tuntutan zaman, sehingga pada saatnya nanti harus bekerja, aplikasi ilmunya sesuai dengan apa yang diperlukan saat itu. Lulusan sekolah siap bekerja, pengangguran akan berkurang.